Limbah Industri Farmasi

Limbah Industri Farmasi

Penanganan Limbah Cair

Penanganan pada limbah cair dilakukan dengan cara mengeluarkan polutan yang terdapat di dalam limbah, agar cairan yang ada di dalam limbah dapat dibuang secara bersih tanpa menyebabkan pencemaran lingkungan. Pengelolaan limbah cair dibagi menjadi tiga cara, yaitu:

Penanganan limbah secara fisika dilakukan dengan cara melakukan pemisahan material kotor dalam cairan. Ada beberapa tahapan yang dilakukan, seperti: Pengendapan, flotasi, penyerapan, dan penyaringan.

Pada pengelolaan limbah secara kimia dilakukan dengan ozonisasi, oksidasi, koagulasi, dan menukar ion. Metode kimia juga menyesuaikan pada jumlah polutan yang perlu dihilangkan dari limbah.

Penanganan limbah secara biologi dilakukan dengan mengurai polutan atau zat menggunakan mikroorganisme.

Baca Juga: Pentingnya Rutin Melakukan Pengolahan Air Limbah 6 Bulan Sekali

Dampak Limbah Industri

Limbah industri tidak bisa dikelola dengan sembarangan. Perlu penanganan khusus agar tidak berdampak pada lingkungan atau kehidupan di sekitar. Untuk mengetahui kesiapan kadar limbah tersebut dibuang, tentu memerlukan pengukuran lebih lanjut.

Pengukuran ini harus dilakukan dengan pihak eksternal, karena industri tidak diperkenankan untuk mengukur sendiri. Salah satunya dengan menggunakan layanan uji dari Laboratorium Lingkungan.

Adapun beberapa dampak limbah industri menyebabkan pencemaran lingkungan adalah:

Membuang limbah secara sembarangan tanpa melakukan uji analisis maupun monitoring akan berdampak pada ekosistem air tersebut serta dapat berdampak pada Kesehatan manusia, jika air yang sudah tercemar tersebut dikonsumsi. Pembuangan limbah secara sembarangan juga menjadi bagian dari pencemaran air, baik itu di sungai maupun di laut.

Pengelolaan Limbah Gas

Jenis limbah berikutnya yang perlu penanganan khusus adalah Gas. Limbah gas sering dikatakan menjadi limbah yang berbahaya dibandingkan dengan limbah cair dan padat, karena limbah jenis ini tidak dapat dilihat dengan mata. Sehingga penanganan jenis limbah ini perlu dilakukan secara tepat agar tidak mencemari lingkungan.

Proses pengelolaan Limbah dilakukan dengan cara mengurangi jumlah gas yang dibuang dengan desulfurisasi menggunakan filter basah.

Metode ini digunakan untuk menyamarkan bau tak sedap yang keluar. Bisa juga dilakukan dengan metode fase padat. Dengan metode ini, bau gas akan di serap dengan adsorben padat berupa arang aktif.

Selain kedua cara tersebut, banyak pelaku industri yang melakukan penanganan limbah gas dengan mengurangi jumlah buangan gas dengan bahan bakar ramah lingkungan.

Jenis penanganan limbah selanjutnya adalah penanganan Limbah B3. Penanganan Limbah B3 tentu berbeda dengan penanganan jenis limbah sebelumnya. Sebelum dibuang, langkah-langkah penyimpanan pun harus diperhatikan supaya tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan makhluk hidup. Bahkan dalam penanganannya, limbah B3 tidak diperbolehkan untuk disatukan dengan jenis limbah lain. Selain itu, limbah B3 dalam penyimpanan perlu izin dari Pemerintah setempat.

Penanganan Limbah B3 bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

Proses pengelolaan limbah jenis ini dilakukan dengan menyisihkan bahan tersuspensi ukuran besar dan mengendap atau mengapung. Umumnya dilakukan pada bahan-bahan seperti minyak dan lemak. Cara ini juga dilakukan dengan menyisihkan bahan tersuspensi atau pemekatan lumpur endapan dengan memberikan aliran udara ke atas.

Pengelolaan dengan cara kimia dilakukan dengan menghilangkan partikel yang sulit mengendap seperti logam berat, fosfor, dan zat organik beracun. Cara ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia tertentu menyesuaikan pada jenis dan kadar limbah.

Pengelolaan limbah B3 dengan bahan kimia dilakukan dengan stabilisasi/solidifikasi: proses mengubah bentuk fisik senyawa kimia dengan menambah bahan pengikat atau zat pereaksi. Penambahan tersebut dilakukan untuk memperkecil pelarutan, pergerakan, dan penyebaran racun pada limbah sebelum dibuang.

Cara terakhir dalam pengelolaan limbah B3 adalah dengan cara biologi atau bioremediasi dan fitoremediasi.

Bioremediasi adalah cara yang dilakukan dengan menggunakan bakteri atau mikroorganisme lain untuk membantu mengurai limbah B3. Fitoremediasi adalah cara penanganan limbah industri dengan menggunakan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan beracun dari tanah. Kedua cara tersebut sering digunakan, karena biaya yang dikeluarkan relatif rendah. Tetapi kekurangannya, cara tersebut perlu waktu lama jika jumlah limbah yang akan diurai cukup banyak.

Baca Juga: Ciri Ciri Air Mengandung Limbah, Nomor 5 Bikin Ngeri

Pencemaran limbah industri dan cara penanganannya perlu dilakukan secara tepat. Anda juga membutuhkan Laboratorium Lingkungan untuk mengetahui dampak dari Limbah yang dikeluarkan dari proses Manufaktur dan Industri. Pastikan Anda selalu melakukan uji dan monitoring limbah sesuai dengan kebijakan dan aturan yang berlaku.

Jika Anda membutuhkan Laboratorium Lingkungan, Anda bisa menggunakan Layanan Uji dan Analisa Limbah oleh PT Advanced Analytics Asia (A3) Laboratories. Tim Penguji kami sudah berpengalaman dan bersertifikasi dalam penanganan Limbah Industri. Dapatkan Penawaran sekarang!!

Tahu adalah adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tahu juga merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar produk tahu di Indonesia dihasilkan oleh industri skala kecil yang sebagian besar terdapat di Pulau Jawa. Industri tersebut berkembang pesat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Namun, di sisi lain industri tahu ini juga menghasilkan limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan.

Pada dasarnya, proses produksi tahu menghasilkan dua macam limbah yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pada umumnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Industri tahu membutuhkan air untuk melakukan proses sortasi, perendaman, pengupasan kulit, pencucian, penggilingan, perebusan, dan penyaringan. Kemudian, air buangan dari proses tersebut yang dinamakan limbah cair. Limbah cair industri tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang sangat tinggi. Tanpa proses penanganan yang baik, limbah tahu dapat menyebabkan berbagai dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar. Limbah cair yang dibuang ke perairan tanpa pengelohan terlebih dahulu juga dapat mengakibatkan kematian makhluk hidup dalam air termasuk mikroorganisme (jasad renik) yang berperan penting dalam mengatur keseimbangan biologis dalam air.

Air buangan industri tahu rata - rata mengandung BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS, dan minyak/lemak berturut - turut sebesar 4583, 7050, 4743 dan 26 mg/l. Bila dibandingkan dengan baku mutu limbah cair industri produk makanan dari kedelai menurut KepMenLH No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk BOD, COS, dan TSS berturut - turut adalah 50, 100, 200 mg/l. Sehingga terlihat jelas bahwa limbah cair industri tahu melebihi baku mutu yang telah dipersyaratkan.

Masih banyak pabrik tahu di Indonesia yang tidak memiliki proses pengolahan limbah cair. Salah satu alasannya adalah caranya yang kompleks dan tidak efisiennya proses pengolahan limbah. Padahal limbah cair pabrik tahu memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang dapat berpotensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-aerobik. Pada umumnya, biogas mengandung 50-80 % metana, karbon dioksida, H2S, dan sedikit air yang bisa dijadikan sebagai pengganti minyak tanah dan LPG. Dengan mengkonversi limbah cair tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya ikut serta berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar pada proses pembuatan tahu. Selain itu limbah industri tahu masih bisa dimanfaatkan lagi dalam berbagai macam bentuk yang menguntungkan. Sebagai contoh, pemanfaatan limbah cair tahu menjadi nata de soya dan abon yang merupakan salah satu bentuk diversifikasi makanan berbahan baku ampas tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Nature Selengkapnya

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Jenis limbah B3 dihasilkan dari industri yang memiliki kandungan berbahaya dan beracun. Oleh karena itu, jenis limbah dari industri tersebut perlu ditangani khusus. Pembuangan limbah berbahaya dan beracun tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau tanpa pengolahan secara khusus.

Jika menganut pada The Environmental Protection Agency (EPA) jenis limbah B3 terbagi menjadi 4 :

Baca Juga: Kenapa Air Limbah Domestik Perlu Diuji?

Penanganan atau Pengelolaan Limbah

Limbah industri perlu dikelola dengan baik. Proses penanganan dan pengelolaan limbah industri, perlu dilakukan secara penuh kehati-hatian, tanpa harus terjadinya pencemaran lingkungan yang krusial.

Setiap jenis limbah membutuhkan penanganan secara berbeda-beda. Berikut beberapa langkah yang perlu dilakukan:

Dokumen tersebut membahas tentang limbah industri farmasi, termasuk definisi limbah industri, jenis limbah (cair, padat, gas), sumber pencemaran udara, air, dan padat, serta upaya pengelolaan lingkungan seperti pemasangan cerobong asap dan instalasi pengolahan air limbah. Dokumen ini juga menjelaskan tentang limbah B3 di industri farmasi dan cara mencegah timbulnya limbah melalui eliminasi sumber pencemaran dan perencanaan produksi yang akur

Pengolahan Limbah Industri Farmasi

Penjelasan dan teori tentang pengelolaan limbah di industri farmasi Read less

D. D. Poerwanto, E. P. Hadisantoso, And S. Isnaini, “Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica) Sebagai Koagulan Alami Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Farmasi,” vol. 2, no. 1, pp. 24–29, 2015.

M. Jaseem, P. Kumar, and R. M. John, “An overview of waste management in Indian perspective,” Glob. J. Energy Environ., vol. 6, no. 3, pp. 158–161, 2018, doi: 10.28933/gjee-2018-10-1001.

F. Crisnaningtyas and H. Vistanty, “Pengolahan limbah cair industri farmasi formulasi dengan metode anaerob-aerob dan anaerob-koagulasi,” vol. 1, pp. 13–22, 2016.

E. Hartati, M. Sutisna, and W. N. S, “Perbaikan Kualitas Air Limbah Industri Farmasi Menggunakan Koagulan Biji Kelor ( Moringa oleifera Lam ) DAN PAC ( Poly Alumunium Chloride ),” vol. 4, no. 3, pp. 68–73, 2008.

S. Haydar and J. A. Aziz, “Coagulation – flocculation studies of tannery wastewater using combination of alum with cationic and anionic polymers,” vol. 168, pp. 1035–1040, 2009, doi: 10.1016/j.jhazmat.2009.02.140.

B. R. L. Sinsabaugh, R. C. Hoehn, W. R. Knocke, and A. E. Linkins, “PRECURSOR SIZE AND O R G A N I C HALIDE,” vol. 112, no. 1, pp. 139–153, 1986.

P. T. Srinivasan, T. Viraraghavan, and K. S. Subramanian, “Aluminium in drinking water : An overview,” vol. 25, no. 1, pp. 47–56, 1999.

G. Nogaro, A. J. Burgin, V. A. Schoepfer, M. J. Konkler, K. L. Bowman, and C. R. Hammerschmidt, “Aluminum sulfate ( alum ) application interactions with coupled metal and nutrient cycling in a hypereutrophic lake ecosystem,” Environ. Pollut., vol. 176, pp. 267–274, 2013, doi: 10.1016/j.envpol.2013.01.048.

J. Bratby, Coagulation and Flocculation in Water and Wastewater Treatment Coagulation and Flocculation, 2nd ed. 2006.

N. D. Tzoupanos and a I. Zouboulis, “Coagulation-Flocculation Processes in Water / Wastewater Treatment : the Application of New Generation of Chemical Reagents,” 6th IASME/WSEAS Int. Conf. HEAT Transf. Therm. Eng. Environ., no. May 2014, pp. 309–317, 2008.

S. Sinha, Y. Yoon, G. Amy, and J. Yoon, “Determining the effectiveness of conventional and alternative coagulants through effective characterization schemes,” vol. 57, pp. 1115–1122, 2004, doi: 10.1016/j.chemosphere.2004.08.012.

Z. Jia, F. He, and Z. Liu, “Synthesis of Polyaluminum Chloride with a Membrane Reactor : Operating Parameter Effects and Reaction Pathways,” pp. 12–17, 2004.

D. R. Parker and P. M. Bertsch, “Formation of the ‘ AI ,,’ Tridecameric Polycation under Diverse Synthesis Conditions,” vol. 26, no. 5, pp. 914–921, 1992.

C. Keggin-al, S. Bi, C. Wang, Q. Cao, and C. Zhang, “Studies on the mechanism of hydrolysis and polymerization of aluminum salts in aqueous solution : correlations between the ‘ Core-links ’ model,” vol. 248, pp. 441–455, 2004, doi: 10.1016/j.ccr.2003.11.001.

M. Wang and M. Muhammed, “Novel Synthesis Of Al 13 -Cluster Based Alumina Materials,” vol. 11, no. 8, pp. 1219–1229, 2000.

S. Bharti, “A critical review on flocculants and flocculation,” Non-Metallic Mater. Sci., vol. 1, no. 1, pp. 11–21, 2019, doi: 10.30564/nmms.v1i1.645.

H. H. Anton Budiman, Candra Wahyudi, Wenny Irawati, “Kinerja Koagulan Poly Aluminium Chloride ( Pac )Dalam Penjernihan Air Sungai Kalimas Surabaya Menjadi Air Bersih,” Widya Tek., vol. 7, no. 1, pp. 25–34, 2013.

E. Prihatinningtyas, “Removal of turbidity in water treatment using natural coagulant from Lemna perpusilla,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 308, no. 1, 2019, doi: 10.1088/1755-1315/308/1/012007.

I. R. Yuliastri, “Penggunaan serbuk biji kelor (moringa oleifera) sebagai koagulan dan flokulan dalam perbaikan kualitas air limbah dan air tanah,” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fak. Sains dan Teknol. 2010, 2010.

N. Hendrawati, Susi Sumarni, “Penggunaan Kitosan sebagai Koagulan Alami dalam Perbaikan Kualitas Air Danau,” Pengguna. Kitosan sebagai Koagulan Alami dalam Perbaikan Kualitas Air Danau, vol. 1, no. 1, pp. 1–11, 2016.

Permasalahan Limbah Industri di Indonesia memang cukup kompleks. Masih banyak industri abai terkait penanganan limbah yang dihasilkan dari proses industri yang mereka jalankan. Limbah industri dapat dikatakan sebagai sampah yang dihasilkan dari kegiatan industri. Pencemaran Limbah Industri masih merajalela dan cara pengelolaan limbah industri masih dilakukan tidak tepat, sering ditemui pencemaran di Kawasan industri di Indonesia. Jika itu dibiarkan, akan sangat berbahaya bagi kondisi lingkungan sekitar Industri.

Jumlah limbah industri tentu akan semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan Kawasan-kawasan industri di Indonesia. Permasalahan limbah perlu ditangani secara tepat, agar tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan yang bisa mengganggu kehidupan makhluk hidup.

Limbah industri memerlukan pengelolaan dan pembuangan secara hati-hati, karena akan berdampak terhadap lingkungan dan Kesehatan masyarakat.

Meskipun sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah mengenai limbah secara komprehensif, tetapi masih kurang dari sisi pengawasan di lapangan. Sehingga masih ada industri “nakal” yang tidak mengelola limbah sesuai dengan kebijakan yang ada.

Pengertian Limbah Industri

Limbah industri merupakan sampah industri yang dihasilkan dari proses manufaktur atau industri. Limbah ini memiliki berbagai jenis, tergantung dari produk industri yang dihasilkan. Setiap limbah yang dihasilkan oleh industri memiliki senyawa, partikel, bahan berbahaya dan beracun yang dapat berdampak pada lingkungan, manusia, serta makhluk hidup lainnya.

Dampak Terhadap Udara

Pencemaran udara yang terjadi saat ini pun bukan hanya disebabkan oleh asap kendaraan saja, tetapi juga berasal dari asap cerobong pabrik. Asap yang keluar memiliki senyawa atau zat yang berbahaya terhadap udara sekitar.

Apabila asap yang keluar melebihi Baku Mutu yang sudah ditentukan oleh kebijakan Pemerintah, tentu ini akan berbahaya bagi kondisi lingkungan sekitar. Bahkan bagi manusia, bisa menyebabkan masalah pernafasan, asma, penyakit paru, kanker, serta penyakit jantung.

Dampak Terhadap Tanah

Salah satu elemen lingkungan selain air udara yang sering terdampak dari aktivitas industri adalah tanah. Limbah industri yang dibuang atau di kubur di tanah akan merusak kesuburan tanah tersebut. Sehingga akan mengganggu ekosistem tanah.

Jika tanah tersebut ditanami tumbuhan yang dapat dikonsumsi, maka polusi pencemaran tersebut akan melekat molekul-molekul pada tanaman yang berbahaya terhadap manusia.

Penanganan Limbah Padat

Pada limbah padat, penanganannya dibagi menjadi beberapa cara, menyesuaikan dengan jenis limbah. Apakah limbah organik atau anorganik.

Pengelolaan limbah organik, pada umumnya dilakukan dengan cara menimbun dan diuraikan menggunakan mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme ini dapat membantu menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah.

Namun, penimbulan sampah organik tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Anda membutuhkan langkah-langkah yang tepat dan sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Anda juga bisa menyerahkan penanganan tersebut kepada tim PT Advanced Analytics Asia (A3) Laboratories. Dapatkan penawaran disini!

Limbah padat juga bisa dikelola dengan cara insinerasi atau pembakaran. Jenis pengelolaan limbah ini pun disebut dengan proses termal. Proses penanganan insinerasi juga dapat dikatakan sebagai langkah yang optimal dalam mengurangi limbah karena mengubah menjadi abu, partikulat, dan gas sisa hasil pembakaran. Tetapi banyak industri yang enggan menggunakan sistem ini karena biaya penanganan yang besar.